Rizki Akhmad Zaelani lahir pada 27 November 1965 di Bandung Jawa Barat. Di tahun 1992, Rizki menyelesaikan pendidikannya di Fakultas Seni Rupa dan Desain, ITB. Ia kemudian menambah Ilmu kuratorialnya ketika mengikuti beberapa workshop, antara lain: "Workshop on Curatorship by COCI ASEAN" Kuala Lumpur – Malaysia (1995); "Workshop on Curatorship by The Japan Foundation" di Jakarta (1997); dan "Curator in Residence Program" di Toshio Shimizu-Independent Curator Office & Fukuoka Asian Art Museum, Jepang (1998). Rizki kemudian beraktivitas sebagai pengajar di ITB dan sejak 2002 menjadi kurator di Galeri Nasional Indonesia.
Rizki telah aktif sebagai kurator sejak awal tahun 90an. Selama tahun 1992-1997, ia menjadi kurator Soemerdja Art Gallery, di ITB Bandung. Beberapa pameran lain yang pernah dikuratorinya antara lain: "una mirada deste dentro : Indonesian Contemporary Art" di Casa de Cantabria, Madrid, Spanyol (2001); "Reviewing : painting and Indonesia in the nineties" di Edwin Gallery & Indonesian Art Foundation, Jakarta (2002); "Ough…nguik" pameran tunggal Agus Suwage, di Galeri Nasional Indonesia (2003); "Interpellation" : cp-open biennale 2003", Galeri Nasional Indonesia; "Urban / Culture" : The 2nd CP Biennale, Jakarta (2005); The Art of Nusantara "Are We Different?" (2006) dan "Demi Mas(s)a" (2007) di Galeri Nasional Indonesia; "AFTER TASTE" - Pameran Tunggal FX Harsono, di KOONG Gallery, Jakarta (2008); PATHWAYS: Works by Indonesian & Thai Artist”, The National Art Gallery of Thailand, Bangkok – Thailand (2009); "YSRI Biennale: Indonesia Art Award 2010," di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta (2010); “MANIFESTO 2012: Order & Conflict”, Di Galeri Nasional Indonesia (2012); “Sudjojono, Nasionalisme, dan Kita: Exhibibition of PERSAGI’s Artis" di Galeri Nasional Indonesia (2013); dan dan “Goresan Juang Kemerdekaan: Koleksi Seni Rupa Istana Kepresidenan Republik Indonesia” - bersama Mikke Susanto, di Galeri Nasional Indonesia (2016).
Menurut Rizki, perkembangan profesi kurator di Indonesia berkembang sangat pesat sejak mulai tahun 90an. Walaupun begitu masyarakat masih seringkali sulit membedakan antara fungsi antara kurator dan kritikus. dalam pandangan Rizki, kritikus bekerja setelah pameran berlangsung, sedangkan kurator sudah bekerja sejak pameran tersebut direncanakan. Dalam tahap tersebut, kurator bekerja bersama seniman dan pihak penyelenggara untuk mempersiapkan pameran, antara lain mempersiapkan karya yang akan dipamerkan. Oleh karena itu, kurator harus mengusai disiplin ilmu yang mendukung dalam kritik seni agar menjadi sepaham dengan seniman. Dengan kata lain, kurator berfungsi sebagai katalisator proses kreasi seniman. Hasil tulisan kuratorial pameran bertujuan untuk menempatkan karya seniman dalam kerangka persoalan yang lebih luas, bukan untuk menyimpulkan hasil karya yang dibuat seniman.Dengan begitu, publik akan memahami pencapaian seniman dalam konteks yang lebih tepat. Kritikus kemudian bekerja dengan mengamati dan menilai pencapaian karya seniman, dengan kajian tulisan yang dipublikasikan melalui media.
(profil ini ditulis pada November 2016)
sumber:
http://gugahjanari.blogspot.co.id/2008/03/rizki-zaelani.html
http://galeri-nasional.or.id/halaman/546-rizki_a_zaelani
http://www.senirupa.itb.ac.id/wp-content/upload/cv-dosen/Rizki%20Akhmad.html